Riwayat sejarah Hidup Al Ghazali

A. Latar Belakang Penyusunan


Bertambah masa, bertambah berkembanglah pemikiran manusia. Begitu pula dengan perkembangan filsafat Islam. Pada abad ke-5, filsafat Islam mengalami perkembangan yang dapat dikatakan merubah pola filsafat Islam yang banyak dipertentangkan. Ini dibuktikan dengan pemikiran-pemikiran Imam Al Ghazali sebagai pionir filsafatnya yang dominan relevan dengan konsep Islam. 

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kami menyusun makalah yang berjudul Filsafat Al Ghazali sebagai kontribusi kecil kami dalam menambah khazanah keilmuan. Selain itu, ini juga sebagai bentuk tanggung jawab kami dalam memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Filsafat Islam.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang kami angkat dalam makalah ini sebagai berikut:

  1. Bagaimana Riwayat Hidup Al Ghazali?
  2. Apa Saja Karya-karya yang pernah Ditorehkan oleh Al Ghazali?
  3. Bagaimanakah Filsafat Al Ghazali?
  4. Apakah Pemikiran-pemikiran Al Ghazali Berpengaruh terhadap Masa dan Generasi Sesudahnya? Jika ya, seperti Apakah Pengaruhnya?

C. Tujuan Pembahasan Masalah

Adapun tujuan dari pembahasan masalah di atas adalah sebagai berikut:
  1. Mengetahui Riwayat Hidup Al Ghazali.
  2. Mengetahui Karya-karya yang pernah Ditorehkan oleh Al Ghazali.
  3. Mengetahui Pemikiran-pemikiran Al Ghazali.
  4. Mengetahui Pengaruh Pemikiran-pemikiran Al Ghazali terhadap Masa dan Generasi Sesudahnya.
D. Metode Penyusunan
Metode yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode Kaji Pustaka.

A. Riwayat Hidup Al Ghazali

Nama lengkapnya Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn Ahmad Al Ghazali, lebih dikenal dengan Al Ghazali. Dia lahir di kota kecil yang terletak di dekat Thus, Provinsi Khurasan, Republik Islam Irak pada tahun 450 H (1058 M). Nama Al Ghazali ini berasal dari ghazzal, yang berarti tukang pintal benang, karena pekerjaan ayahnya adalah memintal benang wol. Sedangkan Ghazali juga diambil dari kata ghazalah, yaitu nama kampung kelahiran Al Ghazali dan inilah yang banyak dipakai, sehingga namanya pun dinisbatkan oleh orang-orang kepada pekerjaan ayahnya atau kepada tempat lahirnya. 

Orang tuanya gemar mempelajari ilmu tasawuf, karena orang tuanya hanya mau makan dari hasil usaha tangannya sendiri dari menenun wol. Ia juga terkenal pecinta ilmu dan selalu berdo’a agar anaknya kelak menjadi seorang ulama. Amat disayangkan ajalnya tidak memberikan kesempatan padanya untuk menyaksikan keberhasilan anaknya sesuai do’anya.

Awal mula Al Ghazali mengenal tashawuf adalah ketika sebelum ayahnya meninggal, namun dalam hal ini ada dua versi:

1. Ayahnya sempat menitipkan Al Ghazali kepada saudaranya yang bernama Ahmad. Ia adalah seorang sufi, dengan bertujuan untuk dididik dan dibimbingnya dengan baik.
2. Ayahnya menitipkan Al Ghazali bersama saudaranya Ahmad kepada seorang sufi, untuk didik dan dibimbing dengan baik.

Sejak kecil, Al Ghazali dikenal sebagai anak yang senang menuntut ilmu. Karenanya, tidak heran sejak masa kanak-kanak, ia telah belajar dengan sejumlah guru di kota kelahirannya. Diantara guru-gurunya pada waktu itu adalah Ahmad Ibn Muhammad Al Radzikani. Kemudian pada masa mudanya ia belajar di Nisyapur juga di Khurasan, yang pada saat itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan yang penting di dunia Islam. Ia kemudian menjadi murid Imam Al Haramaîn Al Juwaini yang merupakan guru besar di Madrasah An Nizhâmiyah Nisyapur. Al Ghazali belajar teologi, hukum Islam, filsafat, logika, sufisme dan ilmu-ilmu alam. 

Berdasarkan kecerdasan dan kemauannya yang luar biasa, Al Juwaini kemudian memberinya gelar Bahrûm Mughrîq (laut yang menenggelamkan). Al Ghazali kemudian meninggalkan Naisabur setelah Imam Al Juwaini meninggal dunia pada tahun 478 H (1085 M). Kemudian ia berkunjung kepada Nizhâm Al Mâlik di kota Mu’askar. Ia mendapat penghormatan dan penghargaan yang besar, sehingga ia tinggal di kota itu selama 6 tahun. Pada tahun 1090 M ia diangkat menjadi guru di sebuah Nizhâmiyah, Baghdad. Pekerjaan itu dilakukan dengan sangat berhasil. Selama di Baghdad, selain mengajar, ia juga memberikan bantahan-bantahan terhadap pikiran-pikiran golongan bathiniyyah, ismâiliyyah, golongan filsafat dan lain-lain. Setelah mengajar di berbagai tempat, seperti di Baghdad, Syam dan Naisabur, akhirnya ia kembali ke kota kelahirannya di Thus pada tahun 1105 M.

Empat tahun lamanya Al Ghazali memangku jabatan tersebut, bergelimang ilmu pengetahuan dan kemewahan duniawi. Di masa inilah dia banyak menulis buku-buku ilmiah dan filsafat. Tetapi keadaan yang demikian tidak selamanya mententramkan hatinya. Di dalam hatinya mulai timbul keraguan, pertanyaan-pertanyaan batinnya mulai muncul, ‘inikah ilmu pengetahuan yang sebenarnya?’, ‘Inikah kehidupan yang dikasihi Allah?’, ‘Inikah cara hidup yang diridhai Tuhan?’, dengan mereguk madu dunia sampai ke dasar gelasnya. Bermacam-macam pertanyaan timbul dari hati sanubarinya. Keraguan terhadap daya serap indera dan olahan akal benar-benar menyelimuti dirinya. Akhirnya dia menyingkir dari kursi kebesaran ilmiahnya di Baghdad menuju Mekkah, kemudian ke Damaskus dan tinggal disana sambil mengisolir diri untuk beribadah.

Ia mulai tentram dengan jalannya di Damaskus, yakni jalan sufi. Ia tidak lagi mengandalkan akal semata-mata, tetapi juga kekuatan nûr yang dilimpahkan Tuhan kepada para hamba-Nya yang bersungguh-sumgguh menuntut kebenaran. Dari Damaskus ia kembali ke Baghdad dan kembali ke kampungnya di Thus. Di sini ia menghabiskan hari-harinya dengan mengajar dan beribadah sampai ia dipanggil Tuhan ke hadirat-Nya pada tanggal 14 Jumâdil Akhir tahun 505 H (1111 M) dalam usia 55 tahun dengan meninggalkan beberapa anak perempuan. Dan ada juga yang mengatakan bahwa beliau meninggal usia 54 tahun. 

B. Karya-karya Imam Al Ghazali

Rampung dari mempelajari beberapa filsafat, baik Yunani maupun dari pendapat-pendapat filosof Islam, Al Ghazali mendapatkan argumen-argumen yang tidak kuat, bahkan banyak yang bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, Al Ghazali menyerang argumen filosof Yunani dan Islam dalam beberapa persoalan. Di antaranya, Al Ghazali menyerang dalil Aristoteles tentang azalinya alam dan pendapat para filosof yang mengatakan bahwa Tuhan tidak mengetahui perincian alam dan hanya mengetahui soal-soal yang besar saja. Ia pun menentang argumen para filosof yang mengatakan kepastian hukum sebab akibat semata-mata, mustahil adanya penyelewengan. 

Al Ghazali mendapat gelar kehormatan Hujjatul Islâm atas pembelaannya yang mengagumkan terhadap agama Islam, terutama terhadap kaum bâthiniyyah dan kaum filosof. Sosok Al Ghazali mempunyai keistimewaan yang luar biasa. Dia seorang ulama, pendidik, ahli pikir dalam ilmunya dan pengarang produktif.
Karya-karya tulisnya meliputi berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Berikut beberapa warisan dari karya ilmiah yang paling besar pengaruhnya terhadap pemikiran umat Islam: 

1. Maqâshid Al Falâsifah (tujuan-tujuan para filosof), karangan pertama yang berisi masalah-masalah filsafat.
2. Tahâfut Al Falâsifah (kekacauan pikiran para filosof) yang dikarang ketika jiwanya dilanda keragu-raguan di Baghdad dan Al Ghazali mengecam filsafat para filosof dengan keras.
3. Mi’yâr Al ‘Ilm (kriteria ilmu-ilmu).
4. Ihyâ` ‘Ulûm Ad Dîn (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama), merupakan karya terbesarnya selama beberapa tahun dalam keadaan berpindah-pindah antara damaskus,Yerussalem, Hijjâz dan Thus yang berisi panduan antara fiqih, tasawuf dan filsafat.
5. Al Munqidz Min Adl Dlalâl (penyelamat dari kesatuan), merupakan sejarah perkembangan alam pikiran Al Ghazali dan merefleksikan sikapnya terhadap beberapa macam ilmu serta jalan mencapai Tuhan.
6. Al Ma’ârif Al ‘Aqliyyah (pengetahuan yang rasional).
7. Misykat Al Anwâr (lampu yang bersinar banyak), pembahasan akhlâq tashawuf.
8. Minhaj Al ‘Âbidîn (jalan mengabdikan diri pada Tuhan).
9. Al Iqtishâd fî Al I’tiqâd (moderasi dalam akidah).
10. Ayyuhâ Al Walad (wahai anak).
11. Al Mustasyfa (yang terpilih).
12. Iljam Al ‘Awwâm ‘an ‘Ilm Al Kalâm.
13. Mizan Al ‘Amal (timbangan amal).


C. Filsafat Imam Al Ghazali

1. Filsafat Ketuhanan Al Ghazali
Al Ghazali memandang metafisika (ketuhanan) dengan memberi reaksi keras terhadap Neoplatonisme Islam. Menurutnya, banyak kesalahan para filosof, karena mereka tidak teliti dalam lapangan logika dan matematika. Untuk itu, Al Ghazali mengecam secara langsung dua tokoh Neoplatonisme muslim (Al Farabi dan Ibn Sina) serta secara tidak langsung terhadap Aristoteles, guru mereka. Menurut Al Ghazali, dalam Tahâfut Al Falâsifah, para pemikir bebas tersebut ingin meninggalkan keyakinan-keyakinan Islam dan mengabaikan dasar-dasar pemujaan ritual dengan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna bagi pencapaian intelektual mereka.

Pandangan Al Ghazali tentang filsafat ketuhanan terdiri dari tiga masalah pokok, yaitu:
a. Masalah Wujud
Al Ghazali mengikuti tradisi ulama kalam Al Asy’ari, dalam menetapkan wujud Tuhan. Beliau menggunakan dalil wujud Tuhan atas dua bentuk, yaitu dalil naqli dan dalil aqli. Penggunaan dalil naqli yakni melalui perenungan terhadap ayat-ayat Al Qur`ân sambil memperhatikan alam semesta sebagai ciptaan Tuhan bahwa dengan perenungan ayat dan fenomena alam yang serba teratur, manusia akan sampai pada pengakuan terhadap wujud Tuhan.

Ia menunjukkan wujud Tuhan melalui dalil aqli dan ia mempertentangkan wujud Allah dengan wujud makhluk. Wujud Allah adalah qadîm, sedangkan wujud makhluk adalah hadîts (baru). Wujud hadîts menghendaki sebab gerak yang mendahuluinya sebagai penggerak yang mengadakannya. Sebab musabab ini tidak akan berakhir sebelum sampai kepada Yang Qadîm yang tidak dicipta dan digerakkan. Sedangkan jika wujud Allah hadîts, tentu akan menghendaki sebab musabab seperti itu juga, yang sudah pasti tak akan ada pangkal pokok geraknya. Hal demikian adalah suatu hal yang mustahil dan tak akan menghasilkan apa-apa.

b. Masalah Dzat dan Sifat
Al Ghazali membatasi diri dari pembahasan tentang Dzat Tuhan dengan mengemukakan hadits Nabi Muhammad saw. yang melarang manusia memikirkan dzat Allah SWT. Dari itu, beliau menegaskan bahwa akal menusia tidak akan sampai mencapai dzat itu. Cukup bagi manusia hanya mengetahui sifat af’âlnya saja. Sedangkan dalam membahas sifat Tuhan, Al Ghazali cenderung mengikuti para mutakallimîn dari madzhab Asy’ari. Beliau menetapkan adanya sifat dzat yang diistilahkan dengan sifat salbiyyah (sifat yang menafikan sesuatu yang tidak sesuai dengan kesempurnaan dzat Allah SWT). Sifat salbiyyah ini ada lima, yaitu: Qidâm (tidak berpemulaan), Baqâ` (kekal), Mukhâlafah li Al Hawâdits (berlainan dengan yang baru), Qiyâmuh Bi Nafsih (berdiri sendiri) dan Wahdâniyyah (esa).

Sifat-sifat ini menafikan kesempurnaan makhluk dan menetapkan kesempurnaan Allah SWT. Selain sifat salbiyyah, adapula sifat ma’âni (sifat-sifat yang melekat pada dzat Allah SWT.) Dia bukanlah dzatnya dan adanya sifat ini bersamaan dengan adanya Allah SWT. dan tidak dapat dipisahkan dari dzatnya. Sifat ma’âni ada tujuh yaitu: Qudrah (Maha Kuasa), Iradah (Maha Berkehendak), ‘Ilmu (Maha Mengetahui), Sama’ (Maha Mendengar), Bashar (Maha Melihat), Kalam (Maha Berbicara) dan Hayat (Maha Hidup).
c. Masalah Af’al
Al Ghazali berpendapat bahwa perbuatan Allah SWT. tidak terbatas dalam menciptakan alam saja, tetapi Allah SWT. juga menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiarnya. Perbuatan manusia tidaklah terlepas dari kehendak Allah SWT. Manusia hanya diberi kekuasaan dalam lingkungan kehendak Tuhan. Jadi pebuatan dan ikhtiar manusia adalah terbatas dan tidak akan melampaui garis-garis qadar. Dalam menguraikan af’al ini, Al Ghazali mengembalikan permasalahan kepada firman Allah SWT dalam Q.S. Fâthir ayat 8.

2. Tashawuf Al Ghazali
Al Ghazali dengan sifat kritisnya kadang tidak percaya pada kebenaran semua (oxioma atau sangat mendasar) yang akhirnya melahirkan skeptik. Dia pernah mengutarakan pendapatnya terkait cahaya, sebagai berikut:
“Cahaya itu adalah kunci dari kebanyakan pengetahuan, dan siap yang menyangka bahwa kasyf (pembukaan tabir) bergantung pada argumen-argumen, sebenarnya telah mempersempit rahmat Tuhan yang demikian luas… Cahaya yang dimaksud adalah cahaya yang disinarkan Tuhan dalam hati sanubari seseorang.”
Berdasarkan ungkapan dia tersebut, dapat disimpulkan bahwa satu-satunya pengetahuan yang menimbulkan keyakinan akan kebenarannya bagi Al Ghazali adalah pengetahuan yang diperoleh secara langsung dari Tuhan dengan Tashawuf. Ungkapan ini ada setelah dia tidak merasa puas dengan ilmu kalam dan filsafat serta meninggalkan kedudukannya yang tinggi di Madrasah Nizhamiyah, Baghdad tahun 1095 M dan pergi bertapa di salah satu menara Mesjid Umawi di Damaskus.
Tashawuf Al Ghazali berbeda dengan tashawuf yang berkembang saat itu. Ia tidak melibatkan diri dalam aliran tashawuf inkarnasi (pantheisme) dan karya-karyanya tidak keluar dari sunnah Islam yang benar. Pengetahuannya tidak berdasarkan hasil-hasil argumen Ilmu Kalam. Sehingga dari saat tersebut, tashawuf mulai digandrungi masyarakat lagi.

3. Filsafat Etika/ Akhlâq Al Ghazali
Tujuan dari butir-butir nilai akhlâq yang dikemukakannya adalah sebagai sarana mencapai ma’rifatullah (mengenal Allah SWT) dengan arti membuka hijab-hijab yang membatasi diri manusia dengan Tuhannya, karena menurutnya, akhlâq sangat terkait erat dengan filsafat ketuhanannya.
Menurut Al Ghazali, akhlâq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dan tindak-tanduk dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Dalam hal ini, terdapat persamaan antara Imam Al Ghazali, Ibn Maskawaih dan Tusi, bahwa akhlâq harus dimulai dengan pengetahuan tentang jiwa, kekuatan dan sifat-sifatnya. Karena ia merupakan sumber kebaikan, kebahagiaan dan sebaliknya. 

Berbicara masalah jiwa, sebagaimana Tusi dan filosof lainnya, Al Ghazali membagi jiwa menjadi tiga bagian, yaitu: jiwa bernafsu (an nafs al bahîmiyyah) yang berasal dari materi, jiwa berani (an nafs as sabû’iyyah) dan jiwa berfikir (an nafs an nâthiqah) yang berasal dari ruh Tuhan yang tidak akan hancur. Al Ghazali juga membuat tabulasi kebaikan pokok, yang terdiri dari empat hal, yaitu kebijaksanaan, keberanian, menjaga kesucian dan keadilan. Empat hal ini merupakan jalan tengah dari ketiga jenis jiwa tadi. Dan untuk mencapai jalan tengah ini, diperlukan akal yang berfungsi efektif bagi terciptanya posisi tengah jiwa berpikir dan syari’at berfungsi efektif untuk terciptanya posisi tengah jiwa bernafsu dan berani. Al Ghazali mengenalkan konsep jalan lurus (ash shirât al mustaqîm) yang dinyatakan lebih halus daripada sehelai rambut dan lebih tajam daripada mata pisau. Kesempurnaan jalan ini akan dapat dicapai dengan penggabungan antara akal dan wahyu.

Ihyâ` ‘Ulûm Ad Dîn merupakan salahsatu karya Al Ghazali yang mengupas tentang pemikiran filsafat etikanya. Maka, dapat dikatakan bahwa filsafat etika Al Ghazali adalah Tashawuf Al Ghazal, yang bertujuan pokok:
التخلّق بالأخلاق الله على طاقة البشرية atau الصفات الرحمن على طاقة البشطيmaksudnya bahwa manusia semampunya meniru keteladanan sifat-sifat ketuhanan, seperti pengasih, penyayang, pengampun (pemaaf), serta sifat-sifat yang disukai Tuhan, seperti sabar, jujur, takwa, zuhud, ikhlas, beragama dan lainnya.
Akhlâq merupakan keseimbangan antara daya ilmu dan daya pengendalian amarah. Dan jalan untuk mencapai akhlâq ialah dengan naluri insani serta latihan-latihan. Latihan ini dilakukan dengan amal-amal. Adapun tujuan dari akhlâq luhur adalah menahan diri dari mencintai dunia wujud dan mengalihkannya kepada nikmatnya mencintai Allah SWT. 

Al Ghazali berpendapat bahwa watak manusia pada dasarnya adalah seimbang, dan lingkungan dan pendidikanlah yang memperburuknya. Sebagaimana prinsip Islam, Al Ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta yang berkuasa dan sangat memelihara dan menjadi rahmatan lil ‘âlamîn. Untuk taqarrub pada Allah, yang terpenting adalah muqârabah dan muhâsabah. Adapun kesenangan menurut Al Ghazali ada dua, yaitu kepuasan (ladzdzât) ketika mengetahui kebenaran sesuatu dan kebahagiaan (sa’âdah) ketika mengetahui kebenaran sumber dari segala kebahagiaan itu sendiri (ma’rifatullâh disertai musyâhadah al qalb). 

D. Pengaruh Pemikiran-pemikiran Imam Al Ghazali terhadap Masa dan Generasi Sesudahnya

Pemikiran Al Ghazali banyak mempengaruhi pada masa setelahnya, karena sesuai dengan ajaran Islam. Ia mendapat gelar Hujjatul Islâm karena jasanya dalam mengomentari dan melakukan pembelaan terhadap berbagai serangan dari pihak luar, baik Islam maupun orientalis Barat. Pemikiran Al Ghazali dan Ibn Rusyd pada dasarnya memiliki satu garis kesamaan, yaitu sebuah garis yang berangkat dari titik pemikiran Ibn Sina dengan aliran filsafat yang memiliki bangun dasar wahdatul wujûd. Al Ghazali mengemukakan bahwa para filosof yang mengajarkan tiga hal (keabadian alam, pengetahuan Tuhan yang universal dan menolak bangkitnya jasad setelah mati) adalah kafir, termasuk yang mengikutinya.
Beberapa filosof yang terpengaruhi pemikiran-pemikiran Al Ghazali dari karya-karyanya, yaitu: 

1. B Mic Donal menerjemahkan beberapa pasal dari Ihyâ` ‘Ulûmuddîn.
2. H Baeur yang menterjemahkan Qawâ’id Al ‘Aqâ`id ditransfer ke dalam bahasanya, yaitu Dogmatic Al Ghazali’s.
3. Carra De Vaux yang menterjemahkan buku Tahâfut Al Falâsifah.
4. De Boer dan Asin Palacois yang masing-masing menterjemahkan Tahâfut Al Falâsifah.
5. Barbier De Minard yang menterjemahkan Al Munqizhu min Adl Dlalâl.
6. WHT. Craidner, London yang menterjemahkan buku Miskat Al Anwâr.

SIMPULAN

Nama lengkap Al Ghazali adalah Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn Ahmad Al Ghazali, lebih dikenal dengan Al Ghazali. Lahir di Provinsi Khurasan, Republik Islam Irak, tahun 450 H (1058 M). Ayahnya adalah memintal benang wol. Awal mula Al Ghazali mengenal tashawuf adalah ketika sebelum ayahnya meninggal, namun dalam hal ini ada dua versi: ayahnya sempat menitipkan Al Ghazali kepada saudaranya, Ahmad seorang sufi. Sejak kecil, Al Ghazali dikenal sebagai anak yang senang menuntut ilmu. Al Juwaini kemudian memberinya gelar Bahrûm Mughrîq (laut yang menenggelamkan). Dan empat tahun Al Ghazali bergelimang ilmu pengetahuan dan kemewahan duniawi. Di masa inilah dia banyak menulis buku-buku ilmiah dan filsafat. Bermacam-macam pertanyaan timbul dari hati sanubarinya. Dia menyingkir dari kursi kebesaran ilmiahnya di Baghdad menuju Mekkah, kemudian ke Damaskus dan tinggal disana sambil mengisolir diri untuk beribadah dan mengambil jalan sufi. Ia wafat pada tanggal 14 Jumâdil Akhir tahun 505 H (1111 M) dalam usia 55 tahun.
Al Ghazali mendapat gelar kehormatan Hujjatul Islâm atas pembelaannya yang mengagumkan terhadap agama Islam, terutama terhadap kaum bâthiniyyah dan kaum filosof. Dia seorang ulama, pendidik, ahli pikir dalam ilmunya dan pengarang produktif.
 
Karya-karya tulisnya meliputi: Maqâshid Al Falâsifah, Tahâfut Al Falâsifah, Mi’yâr Al ‘Ilm, Ihyâ` ‘Ulûm Ad Dîn, Al Munqidz Min Adl Dlalâl, Al Ma’ârif Al ‘Aqliyyah, Misykat Al Anwâr, Minhaj Al ‘Âbidîn, Al Iqtishâd fî Al I’tiqâd, Ayyuhâ Al Walad, Al Mustasyfa, Iljam Al ‘Awwâm ‘an ‘Ilm Al Kalâm dan Mizan Al ‘Amal.

Filsafat Imam Al Ghazali meliputi Filsafat Ketuhanan (Masalah Wujud, Dzat dan Sifat serta Af’al); Tashawuf Al Ghazali, tidak melibatkan diri dalam aliran tashawuf inkarnasi (pantheisme) dan karya-karyanya tidak keluar dari sunnah Islam yang benar. Pengetahuannya tidak berdasarkan hasil-hasil argumen Ilmu Kalam; Filsafat Etika/ Akhlâq Al Ghazali. Akhlâq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dan tindak-tanduk dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Al Ghazali membagi jiwa menjadi tiga bagian, yaitu: an nafs al bahîmiyyah an nafs as sabû’iyyah dan an nafs an nâthiqah. Ia pun mengenalkan konsep jalan lurus (ash shirât al mustaqîm) yang dinyatakan lebih halus daripada sehelai rambut dan lebih tajam daripada mata pisau. Filsafat etika Al Ghazali adalah Tashawuf Al Ghazal, yang bertujuan pokok:التخلّق بالأخلاق الله على طاقة البشرية. Akhlâq merupakan keseimbangan antara daya ilmu dan daya pengendalian amarah. Dan jalan untuk mencapai akhlâq ialah dengan naluri insani serta latihan-latihan. Al Ghazali berpendapat bahwa watak manusia pada dasarnya adalah seimbang, dan lingkungan dan pendidikanlah yang memperburuknya. 

Al Ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta yang berkuasa dan sangat memelihara dan menjadi rahmatan lil ‘âlamîn. Adapun kesenangan menurut Al Ghazali ada dua, yaitu kepuasan dan kebahagiaan Pemikiran Al Ghazali banyak mempengaruhi pada masa setelahnya. Beberapa filosof yang terpengaruhi pemikiran-pemikiran Al Ghazali dari karya-karyanya, yaitu: B Mic Donal, H Baeur, Carra De Vaux, De Boer dan Asin Palacois, Barbier De Minard dan WHT. Craidner.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Yunasril. 1991. Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Hanafi, Ahmad. 1990. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Hermawan, A. Heris dan Yaya Sunarya. 2011. Filsafat. Bandung: CV Insan Mandiri.
Madkur, Ibrahim. 1968. Fî Al Falsafah Al Islâmiyyât wan Manhaj wa Tathbiquh. Kairo: Dâr Al Ma’ârif.
Mustofa, A. 2007. Filsafat Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Nasution, Harun. 1978. Filsafat dan Mistisme. Jakarta: Bulan Bintang.
Nasution, Hasyim Syah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Sirajuddin. 2007. Filsafat Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suseno, Magniz Franz. 2000. Dua Belas Tokoh Etika Abad Ke-20. Yogyakarta: Kanisius.
Syadali, Ahmad Mudzakir, dkk. 1997. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Label dari

Tentang Ibnu Sina

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Filsafat Islam adalah salah satu mata kuliah yang mesti dipelajari oleh mahasiswa, agar mempunyai pengetahuan dan wawasan keilmuan mengenai hakikat filsafat. Dalam filsafat islam, banyak sekali tokoh yang menjadi ikon dan telah banyak memberikan kontribusi nyata bagi pertumbuhan dan perkembangan islam di dunia. Salah satu tokoh yang memberikan kontribusi besar dalan islam adalah Ibnu Sina, ia adalah seorang cendekiawan muslim, dokter, juga filsuf muslim terkemuka. Ia sangat dikenal masyarakat luas tentang ilmu kedokteran yang diciptakannya. 


Dalam Makalah ini, kami akan mencoba memaparkan kehidupan serta pemikiran-pemikirann Ibnu Sina secara ringkas. Ada beberapa pemikiran atau filsafat Ibnu Sina yang menjadi kontribusi bagi pemikiran islam sekarang ini. Maka ini perlu kita kaji lebih dalam.

B. Rumusan Masalah
Setelah memahami latar belakang yang ada, rumusan masalah yang kami sajikan adalah seputar :
1. Siapa dan Bagaimana boigrafi Ibnu Sina?
2. Apa saja karya-karya Ibnu Sina?
3. Kontribusi apa yang di berikan Ibnu Sina terhadap Islam?
4. Bagaimana pemikiran atau filsafatnya?
5. Bagaimana pendangan filsuf lain terhadap pemikiran/filsafat Ibnu Sina?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Filsafat Islam, dan untuk di presentasikan. Kemudian harapan kami dari penyusunan makalah ini adalah para pembaca :
1. Mengetahui sejarah hidup Ibnu Sina
2. Mengetahui kontribusi yang di berikan Ibnu Sina terhadap Islam
3. Memahami pemikiran Ibnu Sina tentang Ketuhanan, wahyu, kenabian, dll.
4. Mengetahui pendapat filsuf lain terhadap pemikiran Ibnu Sina.

BAB II
IBNU SINA


A. BIOGRAFI IBNU SINA

Nama asli Ibnu Sina adalah Abu Ali al-Husain bin Abdullah ibn Sina. Di Eropa beliau lebih dikenal dengan nama Avicenna. Beliau lahir di sebuah desa Afsyana, di daerah Bukhara pada safar tahun 340 H/ 980 M, dari seorang ibu yang berkebangsaan Turki dan bapaknya berasal dari Arab-Persia. Kelahiran beliau di tengah masa yang sedang kacau,dimana kekuasaan Abbasyiah mulai mundur dan negri-negri yang mula-mula berada di bawah kekuasaannya kini mulai melepaskan diri dan untuk berdiri sendiri. Dan kota Baghdad sebagai kota pemerintahannya dikuasai oleh golongan Banu Buwaih pada tahun 334 H sampai dengan tahun 447 H.

Ibnu Sina dibesarkan didaerah kelahirannya. Beliau belajar Al-quran dengan menghafalnya, belajar ilmu agama dan belajar ilmu-ilmu umum lainnya. Ia mempunyai ingatan dan kecerdasan yang luar biasa, sehingga pada usia 10 tahun ia telah menghafal 30 juz Al-quran. Sewaktu berumur 17 tahun ia telah dikenal sebagai dokter dan atas panggilan Istana pernah mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik sekali, dan dapat pula mengunjungi perpustakaan yang penuh dengan buku - buku yang sukar didapat, kemudian dibacanya dengan segala keasyikan. Karena sesuatu hal, perpustakaan tersebut terbakar, maka tuduhan orang ditimpakan kepadanya, bahwa ia sengaja membakarnya, agar orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu .Kemampuan Ibnu Sina dalam bidang filsafat dan kedokteran, kedua duanya sama beratnya. Dalam bidang kedokteran dia mempersembahkan Al-Qanun fit-Thibb-nya, dimana ilmu kedokteran modern mendapat pelajaran, sebab kitab ini selain lengkap, disusunnya secara sistematis.

Pada waktu usianya mencapai 22 tahun, ayahnya meninggal dunia. Kemudian ia meninggalkan kota Bukhara untuk menuju ke Jurjan, dan dari sini ia pergi ke Chawarazm. Di jurjan iamengajar dan mengarang, tetapi karena kekacauan politik, ia tidak lama inggal dikota tersebut. Sejak saat itu ia hidupnya berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tampat yang lain, maka sampailah ia di kota Hamadan.
Pada masa mudanya ia tertarik dengan aliran Syiah Islama’iliyyah dan aliran kebatinan. Ia banyak mendengar percakapan antara tokoh-tokoh kedua aliran tersebut dengan ayahnya atau kakaknya. Mereka berdiskusi mengenai akal pikiran dan kejiwaan menerut cara mereka. 

Ibnu Sina meninggal dunia pada tahun 1037 M/ 428 H dalam usia 58 tahun. Jasadnya dikebuikan di Hamadzan, Iran. Ia wafat ketika ia sedang mengajar di sekolah, karena sakit maag kronis yang dideritanya. Beliau pergi setelah menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia dan namanya akan selalu dikenang sepanjang sejarah.

B. KARYA-KARYA IBNU SINA
Diantara karangan - karangan Ibnu Sina adalah :
1. As- Syifa’, buku tentang penemuan, atau buku tentang penyembuhan, buku ini dikenal didalam bahasa Latin dengan nama Sanatio, atau Sufficienta. Seluruh buku ini terdiri atas 18 jilid, naskah selengkapnya sekarang ini tersimpan di Oxford University London. Mulai ditulis pada usia 22 tahun (1022 M) dan berakhir pada tahun wafatnya (1037 M). Isinya terbagi atas 4 bagian, yaitu : logika, fisika, matematika dan metafisika.
2. Nafat, buku ini adalah ringkasan dari buku As-Syifa’.
3. Qanun, buku ini adalah buku ilmu kedokteran, dijadikan buku pokok pada Universitas Montpellier (Perancis) dan Universitas Lourain (Belgia).
4. Sadidiyya, buku tentang ilmu kedokteran.
5. Al-Musiqa, buku tentang musik.
6. Al-Mantiq, buku yang diperuntukkan Abul Hasan Sahli.
7. Qamus el Arabi, terdiri atas lima jilid.
8. Danesh Nameh, buku tentang filsafat.
9. Uyun-ul Hikmah, buku tentang filsafat yang terdiri dari 10 jilid.
10. Mujiz kabir wa Shaghir, sebuah buku yang menerangkan tentang dasar - dasar ilmu logika secara lengkap.
11. Hikmah el Masyriqiyyin, buku ini tentang falsafah Timur (Britanica Encyclopedia vol II, hal. 915 menyebutkan kemungkinan besar buku ini telah hilang).
12. Al-Inshaf, buku tentang Keadilan Sejati.
13. Al-Hudud, berisikan istilah - istilah dan pengertian - pengertian yang dipakai didalam ilmu filsafat.
14. Al-Isyarat wat Tanbiehat, buku ini lebih banyak membicarakan dalil - dalil dan peringatan - peringatan yang mengenai prinsip Ketuhanan dan Keagamaan.
15. An-Najah, buku tentang kebahagiaan Jiwa.

C. FILSAFAT-FILSAFAT IBNU SINA
1. Wujud dan Ketuhanan
Bagi Ibnu Sina sifat wujudlah yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan diatas segala sifat lain. Ia membagi wujud menjadi tiga, yaitu :
a. Wajibul Wujud
b. Mumkinul Wujud, dan
c. Mumtani’ul Wujud

Dalam pembagian wujud kepada wajib dan mumkin, tampaknya Ibnu Sina terpengaruh oleh pembagian wujud para mutakallimun kepada : baharu (al-hadits) dan Qadim (al-Qadim). Karena dalil mereka tentang wujud Allah didasarkan pada pembedaan - pembedaan “hadits” dan “qadim” sehingga mengharuskan orang berkata, setiap orang yang ada selain Allah adalah hadits, yakni didahului oleh zaman dimana Allah tidak berbuat apa - apa. Pendirian ini mengakibatkan lumpuhnya kemurahan Allah pada zaman yang mendahului alam mahluk ini, sehingga Allah tidak pemurah pada satu waktu dan Maha Pemurah pada waktu lain. Dengan kata lain perbuatan-Nya tidak Qadim dan tidak mesti wajib. Untuk menghindari keadaan Tuhan yang demikian itu, Ibnu Sina menyatakan sejak mula “bahwa sebab kebutuhan kepada al-wajib (Tuhan) adalah mungkin, bukan hadits”. Pernyataan ini akan membawa kepada aktifnya iradah Allah sejak Qadim, sebelum Zaman.

Perbuatan Ilahi dalam pemikiran Ibnu Sina dapat disimpulkan dalam 4 catatan sebagai berikut :

Pertama, perbuatan yang tidak kontinu (ghairi mutajaddid) yaitu perbuatan yang telah selesai sebelum zaman dan tidak ada lagi yang hadits. Dalam kitab An-Najah (hal. 372) Ibnu Sina berkata : “yang wajib wujud (Tuhan) itu adalah wajib (mesti) dari segala segi, sehingga tidak terlambat wujud lain (wujud muntazhar) - dari wuwud-Nya, malah semua yang mungkin menjadi wajib dengan-Nya. Tidak ada bagi-Nya kehendak yang baru, tidak ada tabi’at yang baru, tidak ada ilmu yang baru dan tidak ada suatu sifat dzat-Nya yang baru”. Demikianlah perbuatan Allah telah selesai dan sempurna sejak qadim, tidak ada sesuatu yang baru dalam pemikiran Ibnu Sina, seolah - olah alam ini tidak perlu lagi kepada Allah sesudah diciptakan. 

Kedua, perbuatan Ilahi itu tidak ada tujuan apapun. Seakan - akan telah hilang dari perbuatan sifat akal yang dipandang oleh Ibnu Sina sebagai hakekat Tuhan, dan hanya sebagai perbuatan mekanis karena tidak ada tujuan sama sekali. 

Ketiga, manakala perbuatan Allah telah selesai dan tidak mengandung sesuatu maksud, keluar dari-Nya berdasarkan “hukum kemestian”, seperti pekerjaan mekanis, bukan dari sesuatu pilihan dan kehendak bebas. Yang dimaksudkan dalam catatan ketiga ini yaitu Ibnu Sina menisbatkan sifat yang paling rendah kepada Allah karena sejak semula ia menggambarkan “kemestian” pada Allah dari segala sudut. Akibatnya upaya menetapkan iradah Allah sesudah itu menjadi sia - sia, karena iradah itu tidak lagi bebas sedikitpun dan perbuatan yang keluar dari kehendak itu adalah kemestian dalam arti yang sebenarnya. Jadi tidak ada kebebasan dan kehendak selagi kemestian telah melilit Tuhan sampai pada perbuatan-Nya, lebih - lebih lagi pada dzat-Nya.

Keempat, perbuatan itu hanyalah “memberi wujud” dalam bentuk tertentu. Untuk memberi wujud ini Ibnu Sina menyebutnya dengan beberapa nama, seperti : shudur (keluar), faidh (melimpah), luzum (mesti), wujub anhu (wajib darinya). Nama - nama ini dipakai oleh Ibnu Sina untuk membebaskan diri dari pikiran “Penciptaan Agamawi”, karena ia berada di persimpangan jalan anatara mempergunakan konsep Tuhan sebagai “sebab pembuat” (Illah fa’ilah) seperti ajaran agama dengan konsep Tuhan sebagai sebab tujuan (Illah ghaiyyah) yang berperan sebagai pemberi kepada materi sehingga bergerak ke arahnya secara gradual untuk memperoleh kesempurnaan.

Dalam empat catatan tersebut para penulis sejarah dan pengkritik Ibnu Sina selalu memahami bahwa Ibnu Sina menggunakan konsep pertama yaitu konsep Tuhan sebagai “sebab pembuat”. Tidak terpikir oleh mereka kemunginan Ibnu Sina menggunakan konsep kedua, yang menyatakan bahwa Tuhan tidak mencipta, tapi hanya sebagai “tujuan” semata. Semua mahluk merindui Tuhan dan bergerak ke arahNya seperti yang terdapat dalam konsepsi Aristoteles tentang keindahan seni dalan hubungan alam dengan Tuhan.

2. Wahyu dan Kenabian
Pentingnya gejala kenabian dan wahyu ilahi merupakan sesuatu yang oleh Ibnu Sina telah diusahakan untuk dibangun dalam empat tingkatan : intelektual, imajinatif, keajaiban, dan sosio politis. Totalitas keempat tingkatan ini memberi kita petunjuk yang jelas tentang motivasi, watak dan arah pemikiran keagamaan.
Akal manusia terdiri empat macam yaitu akal materil, akal intelektual, akal aktuil, dan akal mustafad. Dari keempat akal tersebut tingkatan akal yang terendah adalah akal materiil. Ada kalanya Tuhan menganugerahkan kepada manusia akal materiil yang besar lagi kuat, yang Ibnu Sina diberi nama al hads yaitu intuisi. Daya yang ada pada akal materiil semua ini begitu besarnya, sehingga tanpa melalui latihan dengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan. Akal serupa ini mempunyai daya suci. Inilah bentuk akal tertinggi yang dapat diperoleh manusia dan terdapat hanya pada nabi - nabi.
Jadi wahyu dalam pengertian teknis inilah yang mendorong manusia untuk beramal dan menjadi orang baik,

3. Emanasi
Kajian emanasi Ibnu Sina mengikuti kosmologi platonisme yang mendasar pada distingsi berusaha menunjukkan bagaimana yang banyak itu dilahirkan dari yang Satu (ex uno non fit nisi unum) atau inteleksi tuhanlah (akal pertama) penciptaan itu terjadi, yang pada saat bersamaan transenden dalam kaitannya dengan seluruh keragaman (multiplicity). 

Ibnu Sina juga menggunakan gagasan bahwa melalui inteleksilah penciptaan itu terjadi. Proses penciptaan dan inteleksi adalah sama, karena melalui kontemplasi tatanan realitas yang lebih tinggi itulah yang lebih bisa muncul. Kemudian dari Wujud Niscaya Tunggal- yang merupakansumber segala sesuatu – wujud tunggal tercipta sesuai dengan prinsip sebelumnya- yaitu akal pertama yang disetarakan dengan malaikat muncullah akal yang kedua yaitu jiwa dan tumbuh akal langit pertama melalui kontemplasi akal pertama melahirkan akal ketiga, yaitu jiwa dan tubuh langit pertama. Lalu proses ini berlangsung hingga langit kesembilan dan melahirkan Akal kesepuluh, yaitu bulan Akal kesepuluh juga berfungsi sebagai pemberi cahaya kepada fikiran manusia. Dari sinilah substansi semesta tidak lagi memiliki kemurnian untuk melahirkan langit yang lain. Karena itu, dari kemungkinan kosmik yang tersisa dunia turun temurun dan berubah muncul. Ia juga berpendapat bahwa dari akal kesupuluhlah terpancar illuminasi dan penciptaan Tuhan. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa alam ini hudust (baru) sedangka Tuhan itu Qodim (kekal).

4. Jiwa
Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan, sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku - buku yang khusus untuk soal- soal kejiwaan ataupun buku - buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat. Memang tidak sukar untuk mencari unsur - unsur pikiran yang membentuk teorinya tentang kejiwaan, seperti pikiran - pikiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama pikiran- pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai kepribadian sendiri atau pikiran - pikiran yang sebelumnya, baik dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan metafisika. Segi - segi kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua segi yaitu :
a. Segi Fisika
1) Jiwa tumbuh – tumbuhan : makan, tumbuh, berkembang biak.
2) Jiwa binatang : gerak dan mengkap (dari luar dan dalam)
3) Jiwa manusia : Praktis yang hubungannya dengan badanTeoritis yang hubungannya adalah dengan hal - hal abstrak. Daya ini mempunyai tingkatan :
  • Akal materiil yang semata - mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikitpun.
  • Intelectual in habits, yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal - hal abstrak.
  •  Akal actuil, yang telah dapat berfikir tentang hal - hal abstrak.
  • Akal mustafad yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal - hal abstrak dengan tak perlu pada daya upaya.
b. Metafisika
Pada bagian ini dibicarakan tentang hal-hal berikut:
1. Wujud jiwa, dalam membuktikan adanya jiwa, Ibnu Sina mengemukakan empat dalil diantaranya sebagai berikut:
• Dalil alam kejiwaan : Dalil ini didasarkan pada fenomena gerak dan pengetahuan. Gerak terbagi menjadi dua bagian. Pertama, gerakan paksaan; yaitu gerakan yang timbul pada suatu benda yang disebabkan adanya dorongan dari luar. Kedua, gerakan tidak paksaan; yaitu gerakan yang terjadi baik sesuai dengan hokum alam maupun yang berlawanan.
• Konsep “aku” dan kesatuan fenomena psikologis : Dalil ini didasarkan hakikatnya pada manusia. Jika membicarakan pribadinya atau mengajak seseorang berbicara, yang dimaksudkan hakikatnya adalah jiwanya bukan jisimnya. Begitupun dalam masalah psikologis, terdapat keserasian dan koordinasi mengesankan yang menunjukan adanya suatu kekuatan yang menguasai dan mengaturnya.
• Dalil kontinuitas (al-istimrar) : Dalil ini didasarkan pada perbandingan jiwa dan jasad. Jasad manusia senantiasa mnalami perubahan dan pergantian. Sementara itu, jiwa bersifat kontinuitas, tidak mengalami perubahan dan pergantian. Jiwa yang kita pakai sekarang adalah jiwa sejak lahir, dan akan berlngsung akan selama umur tampa mengalami perubahan. Oleh karena itu, jiwa berbeda dengan jasad.
• Dalil manusia terbang atau manusia melayang terbangdi udara : Dalil ini menunjukan daya kreasi ibnu sina yang sangat mengagumkan. Walaupun dasarnya bersifat asumsiatau khayalan, namun tidak mengurangi kemampuannya dalam memberikan keyakinan.

2. Hakikat jiwa
Ibnu Sina mengatakan bahwa jiwa itu adalah jauhar rohani. Jiwa merupakan substansi rohani, tidak tersusun dari materi-materi layaknya jasad.
3. Hubungan jiwa dengan jasad
Menurutnya jiwa dan jasad bukan hanya erat hubungannya, akan tetapi keduanya saling mempengaruhi dan saling membantu. Jasad adal tempat bagi jiwa.
4. Kekekalan jiwa
Ibnu Sina berpendapat bahwa jiwa manusia berbeda dengan jiwa tumbuhan dan hewan yang hancur, jiwa manusia itu kekal dalam bentuk individual yang akan menerima balasan setimpal diakhirat kelak. Ia mengemukakan tiga hal berikut :
  • Dalil al-infishal : perpaduan antara jiwa dan jasad bersifat aksident
  • Dalil al-basathat : jiwa adalah jauhar rohani yang selalu hidup dan tidak mengenal mati.
  • Dalil al-musyabahat : dalil ini bersifat metafisik. Jiwa manusia bersumber dari akal faal.

D. PENGARUH FILSAFAT IBNU SINA
1. Ibnu Sina membantah pemikiran kaum sufi ortodok, dan melahirkan sufi modern.
2. Hasil karyanya dijadikan kurikulum oleh Universitas di Eropa.
3. Muhammad Yunus mengatakan, Ibnu Sina mengajukan beberapa sifat yang harus dimikliki guru, yaitu : tenang, tidak bermuka masam, tidak berolok-olok dihadapan murid dan bersikap sopan santun.

E. PANDANGAN FILOSOF LAIN TERHADAP FILSAFAT IBNU SINA
1. Imam Al Ghazali, dalam karyanya Tahafut Al-Falasifah, menyanggah penafian iradah Tuhan karena alam ini melimpah maka ia terjadi dengan sendirinya tanpa kehendak-Nya, dan hal ini bertentangan dengan ajaran agama yang menetapkan iradah sebagai salah satu sifat Tuhan. Karenanya, Al Ghazali mengkafirkan orang yang mengatakan alam ini qadim karena selain syirik, juga menafikan Allah sebagai Pencipta alam ini.
2. Ibnu Rusy, ia menyanggah pemikiran Ibnu Sina tentang filsafat wujudnya. Ia mengatakan bahwa dalil wujud yang diyakini Ibnu Sina tidak mencakup seluruh wujud.


BAB III
KESIMPULAN

Nama asli Ibnu Sina adalah Abu Ali al-Husain bin Abdullah ibn Sina. Di Eropa beliau lebih dikenal dengan nama Avicenna. Kemampuan Ibnu Sina dalam bidang filsafat dan kedokteran, kedua duanya sama beratnya. Dalam bidang kedokteran dia mempersembahkan Al-Qanun fit-Thibb-nya, dimana ilmu kedokteran modern mendapat pelajaran, sebab kitab ini selain lengkap, disusunnya secara sistematis. Dan inti dari pemikirasnnya adalah :

• Menurut Ibnu Sina bahwa alam ini diciptakan dengan jalan emanasi (memancar dari Tuhan).
• Tuhan adalah wujud pertama yang immateri dan dariNyalah memancar segala yang ada.
• Tuhan adalah wajibul wujud (jika tidak ada menimbulkan mustahil), beda dengan mumkinul wujud (jika tidak ada atau ada menimbulkan tidak mujstahil).
• Pemikiran Ibnu Sina tentang kenabian menjelaskan bahwa nabilah manusia yang paling unggul, lebih unggul dari filosof karena nabi memiliki akal aktual yang sempurna tanpa latihan atau studi keras, sedangkan filosof mendapatkannya dengan usaha dan susah payah

DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 1992. Falsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang.
Hermawan, A Heris & Yaya Sunarya, 2011. Filsafat Islam, Bandung: Insan Mandiri
Imam Ghazali, 2010. Tahafutul falasifah. Bandung : Marja
Mustofa, H.A. 2009.Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Syarif, MM., MA. 1994, Para Filosof Muslim, Bandung: Mizan.
http://nurulwatoni.tripod.com/FILSAFAT_IBNU_SINA.htm
http://filsafatislam.net/?p=127

Label dari

Rumah Bangunan di Jual Cepat


Rumah adalah kebutuhan primer bagi semua orang, memiliki rumah idaman adalah impian bagi setiap orang, dengan semakin berkembangnya jaman, kebutuhan akan properti dan hunian makin tinggi di masyarakat.. Terkadang kita pun sangat membutuhkan rumah idaman secepatnya, namun karena kepadatan jadwal kerja yang tidak mungkin bisa untuk ditinggalkan, maka seringkali kita menunda dan menunda untuk keperluan yang satu ini, bahkan seringkali kita menemukan Hunian/rumah tidak seperti yang diharapkan.

Century 21 Broker Property Jual Beli Rumah Indonesia adalah sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang broker properti. seperti sewa rumah, jual rumah dan beli rumah, hotel, apartemen, bangunan, kantor dan lain sebagainya, sebagai broker jual beli sewa rumah nomor 1 di Indonesia, century 21 memberi begitu banyak pilihan Properti idaman anda, dan lokasi yang menyebar di kota-kota besar di indonesia semakin membuat Century 21 menjadi paling di rekomendasikan dalam hal Broker Jual Beli Sewa rumah Indonesia.

Dengan 8800 Kantor Cabang dan 150.000 Asosiasi Marketing dan tersebar di lebih dari 60 Negara di dunia. Kapasitas century 21 sebagai salah satu broker properti jual beli sewa rumah terbaik di dunia menjadi begitu besar dan sangatlah dipercaya oleh semua orang, apalagi century 21 akhir-akhir ini juga mendapatkan penghargaan dari Asosiasi Web Amerika sebagai Franchise Top Mind 2011, Best Seller 2011, Penghargaan OMMA Award dan banyak lagi penghargaan yang diterima oleh century 21.
Dengan kualitas produk yang terbaik, diimbangi dengan Harga properti yang bervariasi sesuai dengan penghasilan anda. Century 21 menjadi brokeR rpaling direkomendasikan bagi semua orang yang menginginkan sebuah prperti/rumah idaman.

Jika berbicara harga yang ditawarkan, Century 21 adalah Broker Properti yang paling mengerti kondisi kantong anda. Pemilihan taksiran harga sangatlah bervariatif dan Cepat, mulai dari yang harganya 0-100 juta, 100-500 juta, 500-1 Milyar, bahkan hingga yang lebih dari 5 Milyar. dan selain adanya pilihan harga, kita juga bisa memilih jenis properti apa yang akan kita beli/sewa, selain itu lokasi hunian juga bisa dipilih sesuka hati kita, hampir di semua kota besar di indonesia terdapat Hunian-hunian dari Century 21, seperti Rumah, tanah, villa, apartemen, pabrik atau yang lainnya, Century 21 menyediakan lengkap untuk anda. dibawah ini adalah beberapa lokasi Rumah/properti dari century 21:
  1. Tangerang
  2. Balikpapan
  3. Bekasi
  4. Makasar
  5. Banjarmasin
  6. Kerawang
  7. Denpasar
  8. Semarang
  9. Pekalongan
  10. Solo
  11. Samarinda
  12. Bintaro
  13. Serpong
  14. Cimahi
  15. Padalarang
  16. Kuta, Bali
  17. Jakarta
  18. Sumedang
  19. Tabanan, DLL
Begitu banyak kemudahan dan Fasilitas yang diberikan oleh Century 21

Label dari