Pengertian ‘Urf

Pengertian ‘Urf, ‘Urf secara harfiah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakan atau meninggalkannya. Menurut Abu Zahra pengertian ‘Urf yaitu:
ماعتداه الناس من معاملات واستقامت عليه أمورهم
“apa-apa yang dibiasakan oleh manusia dalam pergaulannya dan telah mantap dalam urusannya”. Secara lebih lengkap Badran memberikan definisi sebagai berikut:
ماعتداه جمهور النّاس وألقوه من قول أو فعل تكرّر مرّة بعد مرّة أهرى حتى تمكّن أثره في نفوسهم وصارتتلقاه عقولهم بالقبول.
“ apa-apa yang dibiasakan dan diikuti oleh orang banyak, baik dalam bentuk ucapan atau perbuatan, berulang-ulang dilakukan sehingga berbekas dalam jiwa mereka dan diterima baik oleh akal mereka”.
Menurut istilah ahli syara’ tidak ada perbedaan antara al-‘urf dan adat. Adat perbuatan seperti kebiasaan umat manusia berjual-beli dengan tukar menukar secara langsung, tanpa bentuk ucapan akad. Adat ucapan seperti kebiasaan manusia menyebut al-walad secara muthlak berarti anak laki-laki, bukan anak perempuan, dan juga kebiasaan mereka meng-itlak-kan  lafadz al-lahm yang bermakna daging atas as-samak yang bermakna ikan tawar.

‘Urf mencakup saling pengertian diantara manusia atas perbedaan tingkatan diantara mereka, baik keumumannya maupun kekhususannya. ‘Urf berbeda dengan ijma’, karena ijma’ merupakan tradisi dari kesepakatan para mujtahidin secara khusus.

Macam-macam ‘Urf

‘Urf terdiri dari dua macam, yaitu:
a.    ‘Urf Shahih (benar), yaitu sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan dalil syara’, tidak menghalalkan yang haram dan juga tidak membatalkan yang wajib. Seperti adanya pengertian diantara manusia tentang kontrak borongan, pembagian mas kawin (mahar) yang didahulukan dan diakhirkan. Begitu juga bahwa istri tidak boleh menyerahkan dirinya kepada suaminya sebelum ia menerima sebagian dari maharnya. Juga tentang sesuatu yang telah diberikan oleh pelamar (calon suami) kepada calon istri, berupa perhiasan, pakaian atau apa saja, dianggap sebagai hadiah dan bukan merupakan sebagian dari mahar.

b.    ‘Urf Fasid (rusak), yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh manusia tetapi bertentangan dengan hukum syara’, atau menghalalkan yang haram dan membatalkan yang wajib. Seperti adanya saling pengertian diantara manusia tentang beberapa perbuatan munkar dalam ucapan saat menghadapi kelahiran anak, ditempat kematian, serta kebiasaan memakan barang riba dan kontrak judi.

3.    Hukum ‘Urf

a.    ‘Urf Shahih dan Pandangan Para Ulama
‘Urf shahih harus dipelihara dalam pembentukan hukum dan pengadilan. Seorang mujtahid harus memperhatikan hal ini dalam penentuan hukumnya. Begitu juga dengan seorang Qadhi (hakim) harus memeliharanya ketika sedang mengadili.   Syar’i telah memelihara ‘urf bangsa Arab yang shahih dalam membentuk hukum, seperti dalam difardukannya diat (denda) atas perempuan yang  berakal, mensyaratkan adanya kafa’ah (kesesuaian) dalam perkawinan,dan memperhatikan pula adanya nashabah (ahli waris yang bukan penerima pembagian pasti dalam hal kematian dan pembagian harta pusaka).

Diantara para ulama ada yang berkata, “Adat adalah syariat yang dikukuhkan sebagai hukum” ‘urf juga menurut syara’ mendapat pengakuan hukum. Dalam Fikih Hanafi banyak hukum yang ditetapkan berdasarkan ‘urf, antara lain: apabila berselisih antara dua orang terdakwa dan tidak terdapat saksi bagi salah satunya, maka pendapat yang dibenarkan (dimenangkan) adalah pendapat orang yang saksinya ‘urf. Apabila suami istri tidak sepakat atas mahar yang muqaddam (terdahulu) atau yang mu’akhar (terakhir) maka hukumnya adalah ‘urf. Barangsiapa bersumpah tidak akan makan daging, kemudian ia makan ikan tawar, maka tidak berarti bahwa ia telah melanggar sumpahnya menurut dasar ‘urf.

Syarat sah akad itu apabila ketentuan tentang hal itu terdapat dalam syara’, atau apabila dituntut oleh akad atau apabila berjalan padanya ‘urf. Al’allamah al-Marhum telah menyusun risalah yang dinamakan “menyebarkan ‘urf diantara hukum-hukum yang dibentuk berdasarkan ‘urf”. Didalam sebuah kata bijak dikenal istilah:

المعروفُ عُرفا كالمشروط شَرطا والثابتُ بالعُرف كالثّابت بالناص.
“yang dikenal menurut kebiasaan seperti halnya ditetapkan dalam syarat dan yang ditetapkan menurut syarat seperti ditetapkan menurut nash”.

b.    Hukum ‘Urf Fasid (rusak)
‘Urf Fasid (rusak) tidak diharuskan untuk memeliharanya, karena dengan memeliharanya berarti menentang dalil syara’ atau membatalkan dalil syara’. Apabila manusia sudah biasa melakukan akad yang rusak seperti akad pada barang riba, atau akad yang mengandung unsur penipuan dan bahaya, maka kebiasaan ini tidak berarti punya pengaruh bahwa akad seperti itu diperbolehkan.
Hukum-hukum yang didasarkan ‘urf itu dapat berubah menurut perubahan zaman dan peruahan asalnya. Karena itu para fuqaha berkata: “perselisihan itu adalah perselisihan masa dan zaman, ukan perselisihan hujjah dan bukti”.

4.    Kehujjahan ‘Urf
‘Urf menurut penyelidikan bukan merupakan dalil syara’ tersendiri. Pada umumnya, ‘urf ditujukan untuk memelihara kemashlahatan umat serta menunjang pembentukan hukum dan penafsiran beberapa nash. Dengan ‘urf dikhususkan hukum yang ‘amm (umum) dan dibatasi yang muthlak. Karena ‘urf pula terkadang qiyas itu ditinggalkan. Karena itu, sah mengadakan kontrak borongan apaila ‘urf sudah terbiasa dalam hal ini, sekalipun tidak sah menurut qiyas, karena kontrak tersebut adalah kontrak atas perkara yang ma’dum (tiada).

Label dari