Referensi dan Kesimpulan

Referensi dari ulasan :

  1. Syar’u man Qablana
  2. Pengertian ‘Urf 
  3. MADZHAB SHAHABI
  4. Pengertian Dzari’ah

Referensinya:

Hasbiyallah. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Insan Mandiri.
Khalaf, Abdul Wahab. 2003. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta: Pustaka Amani.
Syafe’i, Rahmat. 2010. Ilu Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia.


Kesimpulan :

A.    ‘URF

‘Urf secara harfiah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakan atau meninggalkannya.

‘Urf terdiri dari dua macam, yaitu:
  1. ‘Urf Shahih (benar)
  2. ‘Urf Fasid (rusak)

Hukum-hukum yang didasarkan ‘urf itu dapat berubah menurut perubahan zaman dan peruahan asalnya. Karena itu para fuqaha berkata: “perselisihan itu adalah perselisihan masa dan zaman, ukan perselisihan hujjah dan bukti”.
B.     DZARI’AH


Dzari’ah merupakan sesuatu yang membawa pada perbuatan yang dilarang dan mengandung kemadharatan. Akan tetapi, pendapat tersebut ditentang oleh para ulama ushul lainnya, diantaranya Ibnu Qayyim Aj-Zauziyah yang menyatakan bahwa dzari’ah itu tidak hanya menyangkut sesuatu yang dilarang, tetapi ada juga yang dianjurkan. Maka dari itu dzari’ah terbagi menjadi dua, yaitu sadd adz-dzari’ah dan fath adz-dzati’ah.

Macam-macam Dzari’ah

  1. Dzari’ah dari Segi Kemafsadatan
  2. Dzari’ah dari Segi kemafsadatan yang Ditimbulkan

C.    MADZHAB SHAHABI

1.      Keadaan Para Sahabat Setelah Rasulullah Wafat

Setelah Rasulullah SAW wafat, tampillah para sahabat yang telah memiliki ilmu yang dalamdan mengenal fiqih untuk memberikan fatwa kepada umat Islam dan membentuk hukum.

2.      Kehujahan Madzhab Shahaby dan Pandangan Para Ulama

Tidak dapat diragukan lagi bahwa pendapat para sahabat dianggap sebagai hujjah bagi umat Islam, terutama dalam hal-hal yang tidak bisa dijangkau akal. Karena pendapat mereka bersumber langsung dari Rasulullah SAW, seperti ucapan Aisyah; “tidaklah berdiam kandungan itu dalam perut ibunya lebih dari dua tahun, menurut kadar ukuran yang dapat mengubah bayangan alat tenun”.



D.    SAR’U MAN QABLANA

1.      Hukum Syariat Man Qablana

Al-Qur’an atau Sunah yang shahih mengisahkan suatu hukum yang telah disyariatkan pada umat yang dahulu melalui para Rasul, kemudian nash nash tersebut diwajibkan kepada kita sebagaimana diwajibkan kepada mereka, maka tidak diragukan lagi bahwa syariat tersebut ditujukan juga kepada kita. Dengan kata lain wajib untuk diikuti, seperti firman Allah SWT dalam Q.S al-baqarah: 183.

2.      Pendapat Para Ulama tentang Syariat Sebelum Kita.

Sebagian ulama mengatakan bahwa syariat kita itu menasakh atau menghapus syari’at terdahulu, kecuali apabila dalam syariat terdapat sesuatu yang menetapkannya. Namun, pendapat yang benar adalah pendapat pertama karena syari’at kita hanya menasakh syari’at terdahulu yang bertentangan dengan syari’at kita saja.

Label dari